Jumat, 22 November 2013

MAKALAH EKONOMI SYARIAH

MAKALAH
EKONOMI SYARIAH


OLEH:
SULFADLI
02120110017

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013


KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

            Shalawat dan salam penulis kirimkan atas junjungan Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang mengantarkan kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang menerang sehingga dapat kami ketahui yang mana yang hak dan yang mana yang bathil.

            Penulis tak lupa ucapkan terimah kasih kepada Dosen dan teman-teman kami yang telah memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada kami mudah-mudahan Allah SWT memberikan pahala di sisinya, Amin.!




Makassar, 20 April 2013



Penyusun








BAB. I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalismeem dengan sistem ekonomi islam Negara Indonesia akan lebih makmur dan kita ketahui pula bahwa hamper 100% penduduk Indonesia adalah beragama islam. Makalah ini akan membahas tentang apa system ekonomi Islam/syariah itu.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut:
a.       Defenisi Ekonomi Islam/Syariah.
b.      Perbedaan Ekonomi Islam dengan ekonomi kovensional (ortodok)
c.       Sejarah Tentang Sistem Ekonomi Islam/Syariah

C.           TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.                Untuk mengetahui defenisi islam/syariah.
b.              Untuk mengetahui perbedaan islam dengan ekonomi konvensional (ortodok).
c.               Untuk mengetahui tentang sistem ekonomi islam/syariah.
















BAB. II
PEMBAHASAN

A.    Defenisi Ekonomi Islam/Syariah 

Muhammad  Abdul  Mannan
"Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomirakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam".

M. M  Metwally
"Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari per4ilaku muslim (yang beriman)dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al Quran,Hadits Nabi,Ijma dan Qiyas".

Hasanuzzaman
"Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber daya material sehingga tercipta kepuasanmanusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat". 

B.     Sejarah Tentang Sistem Ekonomi Islam/Syariah

 Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuatsistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistemekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambahmiskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-negaraberkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-ankarena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yangada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yanglebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yangmenyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negaramuslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomisyariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu
 
sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telahberhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di ZazirahArab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedangdikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk diIndonesia.Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam.Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistemekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistemekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistemekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidupmanusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagainilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada dimuka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secaramelimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti.Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat

Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah menurut Islam.
1.      Tauhid 
Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalahAllah SWT.
2.      Khilafah
Mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi inidengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materiyang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya.
3.      Adalah
merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensidari prinsip Khilafah dan µAdalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dariAllah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan(need fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusipendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) sertastabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).

Sifat-sifat dalam system ekionomi islam.
1.      Kesatuan (unity)
2.      Keseimbangan (equilibrium)
3.      Kebebasan (free will)
4.      Tanggungjawab (responsibility)



C.     PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DENGAN EKONOMI KOVENSIONAL (ORTODOK)

Kalau ekonomi Islam sebagai kritik ekonomi ortodok sama artinya ekonomi Islam diletakkansebagai salah satu varian dari ekonomi heterodok.[1] Bila ekonomi Islam sebagai ekonomi heterodok,sama artinya kemunculan ekonomi Islam karena adanya ekonomi ortodok. Namun kalau ekonomiIslam menolak masuk sebagai varian dari ekonomi heterodok, ekonomi Islam masuk sebagai ilmuortodok ataupun berposisi sejajar sebagai ilmu ekonomi ortodok.Literatur Barat lebih condong meletakkan ekonomi Islam sebagai ekonomi heterodok dikarenakandianggap memenuhi syarat sebagai varian baru dalam ilmu ekonomi yang keberadaan sebagai kritik ekonomi ortodok. Oleh karenanya ekonomi Islam cenderung diidentik sebagai ekonomi heterodok Disamping itu, ekonomi Islam oleh sementara pihak dianggap mewakili pemikiran yang berbasiskanpada agama. Hal ini memenuhi syarat sebagai ekonomi heterodok yang tumbuhnya karena kritik terhadap problem moral dalam ekonomi ortodok. Bagi ortodok moralitas adalah unscientific conceptyang tidak terindentifikasi dalam metode keilmuwan yang dimilikinya. [2]Kemajuan ekonomi ortodok membuahkan sentimen bagi pendukung ekonomi Islam. Sentimen yangtumbuh dari sikap emosional ini yang menyeret pada usaha untuk mencari cara menundukkanekonomi ortodok dengan mengunakan standar/metode ekonomi ortodok sebagai standar kemajuanekonomi Islam. Akibatnya ekonomi Islam mengunakan ukuran kemajuan menurut ukuran ekonomiortodok sebagai upaya untuk mengalahkan ekonomi ortodok. Dampaknya ekonomi Islam terseretpada logika pembandingan yang lebih mempengaruhi ekonomi Islam untuk bersikap pragmatis. Sikappragmatis dilakukan ekonomi Islam untuk bersaing dengan ekonomi konvensional adalah denganmengunakan model ekonomi yang digunakan oleh ekonomi ortodok.[3]Namun, membangun ekonomi Islam dengan cara membangun sistem ekonomi yang telah dimilikiekonomi ortodok merupakan dampak tersanderanya logika ekonomi Islam untuk mengikuti polaperkembangan ekonomi ortodok di berbagai aspek. Padahah ekonomi Islam dan ekonomi ortodok tidak bisa diperbandingkan karena kedua memiliki perbedaaan dasar. Oleh karena itu ekonomi Islamtidak bisa mengikuti pola perkembangan ekonomi ortodok.
Adapun perbedaan yang mendasar antaraekonomi Islam dan ekonomi ortodok adalah sebagai berikut:
a.  Sumber hukum yang berbeda
Sumber hukum ekonomi Islam adalah al quran dan al hadist. Al quran merupakan wahyuAllah yang diturunkan melalui Jibril kepada Muhammad SAW untuk disampaikan pada manusia.Hadist merupakan ucapan dan tindakan Rasulullah sebagai manusia pilihan Allah untuk menjadiutusannya. Al quran dan al hadist memiliki nilai universal yang tidak hanya berisikan kaidah ekonominamun segenap dimensi kehidupan manusia, tidak saja menjelaskan kehidupan di masa RasulullahSAW tetapi juga menjelaskan kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan manusia di dunia.
Ilmu ekonomi ortodok yang tidak di dasarkan atas wahyu lebih banyak mengunakan konteks masalahdimana pemikiran ekonomi tersebut hidup. Mereka mengunakan teori yang berasal dari asumsi-asumsi yang dibangun oleh sejarah pada waktu teori tersebut ditemukan. Maka karakter pemikiran-pemikiran ekonomi ortodok sangat dipengaruhi oleh latar beakang kehidupan mereka, seperti theWealth of Nation yang disusun Adam Smith menunjukan pengaruh filsafat hukum kodrat dalampemikirannya. [4] Demikian juga pengaruh latar belakang birokrasi yang mempengaruhi John MKeynes dalam menyusun bukunya the General Theory, demikian juga dengan pemikiran ekonomiortodok yang lain yang menjadi sumber hukum ekonomi lainnya.Pemikiran ekonom-ekonom Barat²demikian juga dengan ekonomi Muslim² bias terhadapsejarah hidup mereka. Maka untuk menjadi dari sumber hukum ekonomi secara umum karena ilmuekonomi cenderung berkembang dari waktu ke waktu sehingga dibutuhkan sumber hukum yangmampu mengakomodasi berbagai perubahan-perubahan tersebut. Al quran sebagai wahyu Allah SWTsebagai sumber hukum ekonomi karena Allah SWT pemilik kebenaran dari segala kemungkinankecenderunga atas semua perbuatan manusia.

b. Lahir pada waktu yang berbeda.
Ekonomi Islam lahir sejak Rasulullah SAW (569-632) menyebarkan ajaran Islam padamasyarakat Mekah dan Madinah,[5] kemudian di lanjutkan oleh khulafaurashidin yang membangunpemerintahan selama 29 tahun, dari 632 sampai 661 masehi. Seterusnya di lanjutkan oleh baniUmayah dari tahun 661 sampai 750, muncul ekonomi Zayd bin Ali (738). Di masa bani Abbasiyahdari 7 tahun, dari 750 sampai 1258 masehi muncul ekonomi muslim seperti Abu Hanifah (767); Al-Awza¶I (774), Imam Malik (Madinah:796) ; Abu Yusuf (798); Muhammad bin Hasan al-Shaibani(804) dan sebagainya. Akhirnya pada abad 11 muncul ekonom muslim yang cukup populer seperti,ibnu Khaldum (1040) Al Ghazali (1111) sampai Shah Waliullah (1762).[6]Melalui transformasi pengetahuan akhirnya pengetahuan Islam bisa masuk ke Barat lewat Spanyol,Andalusia, Sisillia.[7] Perkembangan pemikiran ekonomi Barat mulai tumbuh pada abad 12 yangdimulai munculnya pemikiran ekonomi paham Scholastik (12-15) dengan tokohnya Thomas Aquinas.Dimana pada saat itu pusat pengetahuan ada di kalangan pendeta sebagai pemegang legitimasipengetahuan. Merkantilis (1500-1770) dengan tokohnya Thomas Mun, Malynes, Davenant, Colbertdan Petty. Psiokratis (1756-1776) dengan tokohnya Quesnay dan Turgot. Kemudian disusul denganekonom klasik Adam Smith (1776) Krisis ekonomi pada 1930 memicu perubahan dunia akanpemikiran ekonomi klasik dengan munculnya. JM Keynes melalui General Theory of Employment,Interets and Money (1936) sebagai antitesis dari pemikiran Adam Smith yang pro pasar Seterusnyamuncul varian-varian baru dalam pemikiran ekonomi sebagai kritik atas keberadaan ekonomimainstrem [8] Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi ortodok, karena sejarah membuktikan bahwakemunculan ekonomi Islam sejak Rasulullah SAW hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integralajaran Islam, bukan dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan karenaekonomi ortodok yang memaksa kehadiran ekonomi Islam.

c.  Kemajuan yang berbeda
 Kemajuan ekononomi Islam sudah ada sejak Rasulullah SAW memimpin umat Islam,demikian juga di masa khulafaurahidin. Di masa Abbasiyah puncak kejayaan Islam pada masa Umar bin Abdul Aziz atau Umar II (717-720). Di masa Umayah kejayaan berada pada masa Harun alRasyid (786-809). Kemajuan pada periode pemerintah yang berbeda tersebut dibuktikan denganditemukan beberapa penemuan baru dibidang intelektual, budaya dan perdagangan yang dicapai diseluruh ranah Islam pada tahun 800 hingga 1600. Kemajuan Islam mengubah kota Damaskus,Baghdad , Kairo, dan Kordoba menjadi kota utama pengetahuan dan perdagangan. [9]Penemuan teknologi pada abad pertengahan karena kebutuhan umat, seperti ditemukan kompas,teropong, kertas dan lain sebagainya. Penemuan-penemuan ini dilandasi usaha untuk menjawabberbagai masalah yang masyarakat hadapi pada jamannya. Kompas ditemukan karena kebutuhanuntuk menunjuk arah ketika umat Islam menyeberangi lautan untuk berniaga atau meluaskanwilayahnya. Teropong untuk melihat bulan untuk menentukan akhir bulan Ramadhan. Kertasditemukan karena kebutuhan dalam pencatatan transaksi dalam perniagaan Demikian jugaditemukannya alat-alat modern yang lain disebabkan oleh usaha untuk untuk mendapatkan solusi daribanyaknya masalah-masalah kehidupan yang umat Islam alami pada jamannya.Demikian pula tumbuhnya pemikiran ekonomi pada masa Rasulullah SAW, khulafaurahidin, masakekhalifaha sebagai upaya menjawab persoalan-persoan ekonomi yang ada di jamannya.Kecenderungan ada pengaruh latar-belakang kehidupan dalam teori-teori ekonomi pada ekonomMuslim nampak dari karya-karya yang di kemukakan. Pengaruh tersebut berupa pengaruh pemikiran,pengaruh geografi, dan pengaruh jabatan/pekerjaan menjadi bagian penting dalam merumuskanpemikiran-pemikiran ekonomi yang mereka pahami.[10]Berbagai pemikiran ekonomi dan penemuan teknologi oleh umat Islam terutama pada abadpertengahan bukan dikarenakan ekonomi ortodok, yang menimbulkan sikap untuk menyaingi danmengungguli ekonomi ortodok yang memang belum ada pada masa itu. Kemajuan Islam denganditemukan pemikiran dan teknologi pada abad pertengahan dikarenakan kebutuhan masyarakat akanperlunya teknologi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya ekonomi Islam bukan karena adanyaekonomi ortodok tetapi karena kebutuhan umat manusia.

d. Makna istilah yang berbeda
 Islam memiliki definisi, makna dan ukuran yang berbeda dengan ekonomi ortodok Islamisasibisa dilakukan bila umat Islam melepaskan diri berbagai unsur selain yang berhubungan dengan Islam. Islamisasi di lakukan dalam usaha menemukan kembali definisi, makan dan ukuran sesuatuunsur, komponen, obyek menurut Islam Oleh karenanya Islamisasi menurut Naquib (1978)adalah
liberation of man first from magical, mythological, animistic, national-cultural tradition(opposed to Islam), and then from secular control over his reason and language.[11] Dengan bahasalain Islamisasi adalah usaha untuk melepaskan dari berbagai pemahaman manusia yang didasarkaninterpretasi ideologi sekular; dan dari makna dan ekspresi sekuler. [12]Istilah-istilah ekonomi dalam ekonomi Islam memiliki definisi, makna, dan ukuran berbeda denganekonomi ortodok. Selama istilah-istilah ekonomi Islam dan ekonomi ortodok definisi, makna danukurannya sama maka syarat untuk melakukan Islamisasi dalam bidang ekonomi menemui kegagalan.Ekonomi ortodok menguasai ekonomi dunia, maka istilah-itilah ekonomi termanipulasi olehpemaknaan ekonomi ortodok yang cenderung mengandung sifat rasionalis, individualis dankeseimbangan. Selama pengunaan istilah ekonomi dikuasai peristilahan ekonomi ortodok maka logikaekonomi Islam akan dikuasai oleh ekonomi ortodok.Walaupun belum tentu istilah ekonomi dalam ekonomi Islam dan ekonomi ortodok berbeda namunharus dimaklumi bahwa ada berbedaan definis, makna, dan ukuran pasti ada. Seperti makna dalamistilah kemajuan, kesejahteraan, pertumbuhan, pengangguran, kemiskinan, bahkan tidak menutupkemungkinan istilah-istilah yang berkaitan masih dipengaruhi mengunakan definisi, makna danukuran ekonomi ortodok. Bila istilah ekonomi yang di gunakan ekonomi Islam sama dengan ekonomiortodok makna ekonomi Islam bukan hanya secara filosofi ekonomi Islam sulit dibedakan denganekonomi ortodok tetapi juga secara teknis.Akhir kata, ekonomi Islam dan ekonomi ortodok tidak bisa dibandingkan karena berbedaan sumber hukum, sejarah, kemajuan dan istilah. Usaha membandingkan sama maknanya mempersamakankeduanya objek yang jelas dalam posisi yang berbeda. Tidak mungkin membandingkan denganobjektif sesuatu yang sudah jelas berbeda. Artinya objektifitas tidak akan kita dapatkan dalammembandingkan ekonomi Islam dengan ekonomi ortodok karena kita membandingkan dua objek yang jelas tidak sama.Wallahu a¶lam









          BAB. III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari Sifat-sifat dalam system ekionomi islam.
1.      Kesatuan (unity)
2.      Keseimbangan (equilibrium)
3.      Kebebasan (free will)
4.      Tanggungjawab (responsibility)

B.     KESAN DAN SARAN

a.       Kesan.
Kami sangat berterimah kasih kepada Dosen yang telah memberikan kita masukan sehingga kami dapat memahami materi tentang ekonomi syariah.
b.      Saran.
Sebaiknya dalam proses pembelajaran ekonomi syariah dibuatkan silabus
                         agar kami mendapatkan pemahaman lebih dalam.




MAKALAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN


MAKALAH
PENGAMBILAN KEPUTUSAN


OLEH:
SULFADLI
02120110017

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012




KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini menyajikan tulisan tentang Indonesia menuju masyarakat madani khususnya kajian tentang peluang dan tantangan.
Masyarakat madani akan terwujud manakala terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan. Pendek kata, masyarakat madani ialah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Mungkinkah hal ini terjadi di Indonesia ?
Sehubungan dengan hal itu, melalui tugas ini saya mencoba untuk mengkaji dan mengamati lebih jauh mengenai kemungkinan terwujudnya masyarakat madani di Indonesia. Semoga makalah ini dapat membantu dan bermanfaat untuk lebih memahami mengenai bagaimana peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani.

Makassar, 25 Mei 2012


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan sehari-hari seorang eksekutif, manajer, kepala, ketua, direktur, rektor, bupati, gubernur, menteri, panglima, presiden, atau pejabat apapun, sesungguhnya adalah kehidupan yang selalu bergumul dengan keputusan. Sering kali ia merasa hampa apabila dalam satu hari tidak mengmbil suatu keputusan. Tidak menjadi soal apakah keputusan itu benar atau mengandung kelemahan. Oleh sebab itu banyak manajer yang berpendapat bahwa lebih baik membuat enam kesalahan dari sepuluh keputusan yang ia buat daripada sama sekali tidak membuat keputusan. Bagi pejabat tersebut yang paling penting timbul rasa kepuasan karena dapat mengmbil keputusan hari itu.
Ilustrasi itu menggambarkan bahwa pengambilan keputusan adalah aspek yang paling penting dalam aspek manajemen. Keputusan merupakan kegiatan sentral dari manajemen, merupakan kunci kepemimpinan, atau inti kepemimpinan (Siagian, 1988), sebagai suatu karakteristik yang fundamental, sebagai jantung kegiatan administrasi (Mitchell, 1978), suatu saat kritis bagi tindakan administrasi (Robins, 1978). Bahkan Higgins (1979) melanjutkan bahwa pengambilan keputusan adalah kegiatan yang paling penting dari semua kegiatan karena di dalamnya manajer terlibat.





BAB II
PENGAMBILAN PEMUTUSAN
A.    Pengertian Pengambilan Keputusan
Sebelum mulai dengan mengemukakan definisi pengambilan keputusan, maka perlu disampaikan lebih dulu tentang apa pengertian keputusan itu.
1.       Menurut Ralp C. Davis
Keputusan adalah hasil pemecahan  yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula.
2.       Menurut Mary Follet
Keputusan adalah suatu atau sebagai hukum situasi. Apabila suatu fakta dapat diperolehnya dan semua yang terlibat, baik pengawas maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya, maka tidak sama dengan mentaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu merupakan wewenang dari hukum situasi.
3.        Menurut James A.F.Stoner
Keputusan adalah pemilihan di antara alternatif- alternatif
  1. Ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan.
  2. Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik.
  3. Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut.
4.       Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, SH
Keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif.
Dari pengertian- pengertian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif (Hasan, 2002: 9) Setelah mengetahui definisi dari keputusan maka selanjutnya akan dikemukakan definisi dari pengambilan keputusan.
1.      Menurut George R. Terry
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
2.       Menurut S.P. Siagian
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap perhitungan alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat
3.       Menurut Jemes A.F Stoner
Pengambilan Keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
4.        Menurut Ibnu Syamsi
Pengambilan keputusan adalah tindakan pimpinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui satu diantara alternatif- alternatif yang memungkinkan.
Selain beberapa pengertian di atas, pengambilan keputusan itu juga berarti proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi (Salusu, 1996: 47). Proses ini untuk menemukan dan menyeleseikan masalah organisasi. Pernyataan ini menegaskan bahwa mengambil keputusan memerlukan satu seri tindakan, memerlukan beberapa langkah. Dapat saja langkah-langkah tersebut terdapat dalam pikiran seseorang yang sekaligus mengajaknya berfikir sistematis. Dalam dunia manajemen proses atau seri tindakan itu lebih banyak tampak dalam kegiatan diskusi.
Dari pengertian- pengertian pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah.
Persoalan pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilah yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik (Wahab, 2008: 163). Penyusunan model keputusan adalah salah satu cara untuk mengembangkan hubungan- hubungan logis yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu model matematis, yang mencerminkan hubungan yang terjadi di antara faktor- faktor yang terlibat. Apapun dan bagaimana pun prosesnya, satu tahapan yang paling sulit dihadapi pengambilan keputusan adalah dalam segi penerapannya karena di sini perlu meyakinkan semua orang yang terlibat, bahwa keputusan tersebut memang merupakan pilihan terbaik. Semuanya akan merasa terlibat dan terikat pada keputusan tersebut. Hal ini, adalah proses tersulit. Walaupun demikian, bila hal tersebut dapat disadari, proses keputusan secara bertahap, sistematik, konsisten, dan dalam setiap langkah sejak awal telah mengikut sertakan semua pihak, maka usaha tersebut dapat memberikan hasil yang terbaik.
B. Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah memiliki fungsi antara lain sebagai pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual maupun secar kelompok, baik secara institusionalnya maupun secara organisasional. Selain itu pengambilan keputusan juga  merupakan sesuatu yang bersifat futuristik, artinya bersangkut paut dengan hari depan, masa yang akan datang, di mana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama. Kegiatan- kegiatan yang dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan organisasinya. Yang diinginkan semua kegiatan itu dapat berjalan lancar dan tujuan dapat tercapai dengan mudah dan efisien. Namun kerap kali terjadi hambatan- hambatan dalam melaksanakan kegiatan. Ini merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh pimpinan organisasi. Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah tersebut. Kerap kali pengambilan keputusan itu hanya merupakan satu segi saja, misalnya hanya menyangkut segi keungan saja dan kalau dipecahkan tidak menimbulkan efek sampingan atau akibat lain. Tetapi ada kemungkinan dapat saja terjadi masalah yang pemecahannya menghendaki dua hal kontradiksi terpecahkan sekaligus (Syamsi, 2000: 5).
Oleh karena itu tujuan pengambilan keputusan itu dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
  1. Tujuan yang bersifat tunggal
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputuskan, tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain.
2.      Tujuan yang bersifat ganda
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan  itu menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua masalah (atau lebih), yang bersifat kontradiktif atau yang tidak bersifat kontradiktif.
3. Dasar- Dasar Pengambilan Keputusan
Dasar pengambilan keputusan itu bermacam- macam tergantung dari permasalahannya. Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan semata- mata, dapat pula keputusan dibuat berdasarkan rasio. Tetapi tidak mustahil, bahkan banyak terjadi terutama dalam lingkungan instansi pemerintah maupun di perusahaan, keputusan diambil berdasarkan wewenang yang dimilikinya.
Oleh George R. Terry, disebutkan dasar- dasar dari pengambilan keputusan yang berlaku adalah sebagai berikut.
  1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif, sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan.
Kebaikannya antara lain sebagai berikut.
  1. Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek.
  2. Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memeberikan kepuasan pada umumnya.
  3. Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan, dari itu perlu dimanfaatkan dengan baik.
Kelemahannya antara lain sebagai berikut.
  1. Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik.
  2. Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan keabsahannya.
  3. Dasar- dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali diabaikan.
  4. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis. Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung dan ruginya, baik- buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara penyelesaiannya.
  1. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan dengan rela dan lapang dada.
  1. Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kelebihannya antara lain sebagai berikut.
  1. Kebanyakan penerimanya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara sukarela ataukah secara terpaksa.
  2. Keputusan dapat bertahan dalam jangkia waktu yang cukup lama.
  3. Memiliki otentisitan (otentik).
Kelemahannya antara lain adalah sebagai berikut
  1. Dapat menimbulkan sifat rutinitas.
  2. Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial.
  3. Sering melewati permasalahan yang sehatusnya dipecahkan sehim\ngga dapat menimbulkan kekaburan.
  4. Rasional
Pada pengambilan keputusan yang berdasar pada rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat obyektif, logis, lebih trasparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala terentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara rasional ini terdapat beberapa hal, sebagai berikut.
  1. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
  2. Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
  3. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya.
  4. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
  5.  Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal
Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.
D. Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan merupakan tahap- tahap yang harus dilalui atau digunakan untuk membuat keputusan. Tahap- tahap ini merupakan kerangka dasar, sehingga setiap tahap dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa sub tahap (disebut langkah) yang lebih khusus/ spesifik dan lebih operasional
(Hasan, 2002: 22).
Secara garis besarnya proses pengambilan keputusan terdiri atas tiga tahap yaitu sebagai berikut.
  1. Penemuan masalah
Tahap ini merupakan tahap di mana masalah harus didefinisikan dengan jelas sehingga perbadaan antara masalah satu dan bukan masalah (misalnya isu) menjadi jelas.
  1. Pemecahan masalah
Tahap ini merupakan tahap di mana masalah yang sudah ada atau sudah jelas itu kemudian diselesaikan. Langkah- langkah yang diambil adalah sebagai berikut.
  1. Identifikasi alternatif- alternatif keputusan untuk memecahkan masalah.
  2. Perhitungan mengenai faktor- faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya atau diluar jangkauan manusia, identifikasi peristiwa- peristiwa di masa datang (state of nature).
  3. Pembuatan alat (sarana) untuk mengevaluasi atau mengukur hasil, biasanya berbentuk tabel hasil (pay of table).
  4. Pemilihan dan penggunaan model pengambilan keputusan.
  5. Pengambilan keputusan
Keputusan yang diambil adalah berdasarkan pada keadaan lingkungan atau kondisi yang ada, seperti kondisi pasti, kondisi beresiko, kondisi tidak pasti dan kondisi konflik.
Banyak para ahli yang berpendapat mengenai proses pengambilan suatu keputusan, namun pada intinya proses pengambilan keputusan dapat disimpulkan sebagai berikut.
  1. Mengidentifikasi masalah
Suatu organisasi apabila menghadapi permasalahan lebih dulu harus dibuat jelas apakah itu memang masalah (problem) atau sekedar isu (issue) belaka. Yang dimaksud dengan masalah disini adalah persoalan yang harus dipecahkan sedangkan isu adalah persoalan yang perlu dibicarakan (tidak harus dipecahkan)
  1. Menganalisis masalah
Untuk mengetahui penyebab timbulnya masalah, lebih dahulu harus diperoleh data dan informasinya. Dengan kata lain, lebih dulu harus didapat datanya. Data tersebut kemudian diolah menjadi informasi tentang penyebab timbulnya masalah. Disini fungsi unit pengolah data sangat penting sebab kemungkinan juga akan ada informasi yang masuk yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
  1. Membuat beberapa alternatif pemecahan masalah
Untuk dapat membuat alternatif-alternatif pemecahan masalah, maka lebih dahulu harus diketahui penyebab timbulnya masalah. Selanjutnya dibuatlah beberapa alternative pemecahannya. Dalam pembuatan beberapa alternative, maka masing-masing alternatif harus ditunjukkan kekurangan dan kelebihannya.
  1. Penilaian dan pemilihan alternatif
Setelah berbagai alternatif diidentifikasi, kemudian dilakukan evaluasi terhadap masing-masing alternatif yang telah dikembangkan dan dipilih sebuah alternatif yang terbaik. Alternatif-alternatif tindakan dipertimbangkan berkaitan dengan tujuan yang ditentukan, apakah dapat memenuhi keharusan atau keinginan. Alternatif yang terbaik adalah dalam hubungannya dengan sasaran atau tujuan yang hendak dicapai. Bidang ilmu statistik dan riset operasi merupakan model yang baik untuk menilai berbagai alternatif yang telah dikembangkan.
  1. Melaksanakan keputusan
Jika salah satu dari alternatif yang terbaik telah dipilih, maka keputusan tersebut kemudian harus diterapkan. Sekalipun langkah ini sudah jelas, akan tetapi sering kali keputusan yang baik sekalipun mengalami kegagalan karena tidak diterapkan dengan benar. Keberhasilan penerapan keputusan yang diambil oleh pimpinan bukan semata-mata tanggung jawab dari pimpinan akan tetapi komitmen dari bawahan untuk melaksanakannya juga memegang peranan yang penting.
Dalam mengevaluasi dan memilih alternatif suatu keputusan seharusnya juga mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari keputusan tersebut. Betapapun baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit diterapkan maka keputusan itu tidak ada artinya. Pengambil keputusan membuat keputusan berkaitan dengan tujuan yang ideal dan hanya sedikit mempertimbangkan penerapan operasionalnya.
  1. Evaluasi dan Pengendalian
Setelah keputusan diterapkan, pengambil keputusan tidak dapat begitu saja menganggap bahwa hasil yang diinginkan akan tercapai. Mekanisme sistem pengendalian dan evaluasi perlu dilakukan agar apa yang diharapkan dari keputusan tersebut dapat terealisir. Penilaian didasarkan atas sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang bersifat khusus dan mudah diukur dapat mempercepat pimpinan untuk menilai keberhasilan keputusan tersebut. Jika keputusan tersebut kurang berhasil, di mana permasalahan masih ada, maka pengambil keputusan perlu untuk mengambil keputusan kembali atau melakukan tindakan koreksi. Masing-masing tahap dari proses pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, termasuk dalam penetapan sasaran tujuan Setiap keputusan yang diambil itu merupakan perwujudan kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena itu analisis proses pengambilan keputusan pada hakikatnya sama saja dengan proses kebijakan.
E. Permasalahan yang dihadapi dalam Pengambilan Keputusan
Kegiatan yang dilakukan oleh setiap organisasi itu diharapkan dapat berjalan dengan lancar, tanpa mengalami suatu hambatan apapun. Tetapi dalam prakteknya selalu ada saja masalah atau kendala yang dihadapi sehingga tujuan tidak selalu dapat dicapai dengan mulus.
Oleh karena itu yang pertama-tama dilakukan dalam proses pengambilan keputusan adalah mengadakan identifikasi masalahnya lebih dahulu. Masalah adalah sesuatu yang perlu dipecahkan, yang kerap kali membutuhkan beberapa alternatif untuk kemudian dipilih satu yang sekiranya paling tepat untuk masalah tersebut. Apabila dihubungkan dengan kebijakan dalam pengambilan keputusan dalam suatu organisasi maka masalah yang dihadapi itu merupakan nilai-nilai, kebutuhan-kebutuhan yang belum sempat terealisasi namun apabila dapat diidentifikasikan akan dapat dilaksanakan dengan baik melalui tindakan pengambil keputusan.
Dalam menghadapi masalah, hendaknya merici terlebih dahulu permasalahannya dengan cermat. Dari masalah yang dirinci kemudian disusun manalah yang bulat dan menyeluruh. Dunn memberikan memberikan pendapat bahwa penyusunan masalah secara bulat melalui tiga tahap. Pertama, mengadakan konseptualisasi permasalahannya. Kedua, mengadakan spesifikasi permasalahan dan ketiga berusaha memehami permasalahan secara keseluruhan.
Quade mengemukakan langkah-langkah apa yang sekiranya perlu dilakukan dalam menangani masalah: (1) mengusahakan keterangan dan penjelasan yang lebih lanjut tentang masalah itu sendiri; (2) identifikasi sasaran dan tujuan kegiatan yang akan dilakukan; (3) mengukur tingkat keberhasilannya; (4) menentukan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan; (5) memperhatikan sektor lingkungan; (6) meneliti satu per satu alternatif pemecahan masalah sehingga masing-masing dikrtahui kelemahan dan keunggulannya; (7) merumuskan model mana saja yang dimungkinkan untuk pemecahan masalah; (8) mengumpulkan data untuk pengukuran dan pemilihan alternatif yang paling tepat untuk pemecahan masalah; (9) mengadakan perbandingan antara model yang satu dengan model yang lain; (10) mengetes hasil analisis untuk lebih meyakinkan; (11) mempertimbangkan juga apakah terdapat juga segi-segi ketidakefisienan yang terjadi, dan (12) mengadakan ringkasan bilamana perlu menyertakan juga saran-sarannya.


BAB III
SIMPULAN
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah. Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah memiliki fungsi antara lain sebagai pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual maupun secar kelompok, baik secara institusionalnya maupun secara organisasional. Dasar pengambilan keputusan itu bermacam- macam tergantung dari permasalahannya. Secara garis besarnya proses pengambilan keputusan terdiri atas tiga tahap yaitu penemuan masalah, pemecahan masalah, pengambilan keputusan. Dalam menghadapi masalah, hendaknya merici terlebih dahulu permasalahannya dengan cermat. Dari masalah yang dirinci kemudian disusun manalah yang bulat dan menyeluruh. Dunn memberikan memberikan pendapat bahwa penyusunan masalah secara bulat melalui tiga tahap. Pertama, mengadakan konseptualisasi permasalahannya. Kedua, mengadakan spesifikasi permasalahan dan ketiga berusaha memehami permasalahan secara keseluruhan.





DAFTAR PUSTAKA
Hasan, I. 2002. Teori Pengambilan Keputusan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Higin, J. 1979. Organization Policy and Strategik Management: Text and Cases. Illinois: The Dryden Press.
Mitchell, T. 1978. People in Organization: Understanding Their Behavior. New York: McGraw-Hill.
Robbins, S. The Administrative Process. New Delhi: Hall of India.
Salusu, J. 1966. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Siagian, S. 1988. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Jakarta: Haji Masagung.
Syamsi, I. 1989. Pengambilan Keputusan (Decision Making). Jakarta: Bina Aksara.
Syamsi, I. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab, Abdul Aziz. 2008. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Alfabeta